Sekolah di Yogyakarta Masih Lakukan Pungli Hingga Jutaan Rupiah

Sekolah di Yogyakarta Masih Lakukan Pungli Hingga Jutaan Rupiah
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi 
 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Lembaga Ombudsman DIY menemukan dugaan pungutan liar yang dilakukan oleh sejumlah sekolah di DIY pada tahun ajaran baru 2015.

Wakil Ketua LO DIY, Hanum Ariani, mengatakan, masih jamaknya sekolah-sekolah di DIY yang masih memungut iuran liar kepada para peserta didik barunya.

Ia mengatakan, survei telah dilakukan kepada sekolah-sekolah baik SD, SMP maupun SMA/SMK di empat kabupaten, Sleman, Kulonprogo, Bantul, Gunungkidul dan Yogya.

"Prihatin, masih banyak sekolah yang menerapkan pungutan liar kepada siswa barunya, dengan berbagai alasan iuran," ujar Hanum Ariani, Kamis (6/8/2015).

Dari hasil penyelidikan, di wilayah Kabupaten Kulonprogo terdapat dua sekolah di Kulonprogo, dikelola sendiri oleh orangtua murid.

Sejumlah tujuh SMP melakukan pungutan, sebesar Rp735ribu hingga Rp990 ribu. Salah satu sekolah beralasan untuk menambah asuransi untuk kegiatan MOS.

Sedangkan untuk SMK di Kulonprogo, sebanyak dua sekolah memungut Rp800ribu hingga Rp900 ribu.

Salah satu sekolah memungut uang gedung Rp1,7 juta dengan detail harga seragam Rp900 ribu dengan asuransi, iuran komite dan iuran koperasi.

Hasil penyelidikan untuk Kabupaten Sleman, dilakukan survei sebanyak 11 sekolah.

Sebanyak 1 SMP negeri memungut Rp600 ribu, dan satu MTS Negeri memungut Rp429.000 untuk pembayaran LKS, dan pemungutan infak Rp500 ribu.

Salah satu SMP juga memungut Rp800 ribu untuk memperbaiki pagar sekolah yang rusak.

Untuk jenjang SMA di Sleman, semua sekolah negeri memungut subsidi untuk pengembangan sarana prasarana. Begitu juga MAN, namun dengan catatan yang miskin digratiskan.

Sedangkan di wilayah Kota Yogya, SD tidak terdapat pungutan, akan tetapi untuk seragam ditarik Rp200 hingga Rp400 ribu per siswa.

Untuk SMP, terdapat tiga sekolah yang melakukan pungutan seragam, 2 MTS, dan 1 Negeri. Satu MTS melakukan pungutan untuk musola Rp500 ribu tiap angkatan.

Hasil survei LO DIY di sekolah Gunungkidul, satu SD memungut Rp290 ribu untuk biaya seragam Rp210 ribu, LKS Rp80 ribu.

Terdapat tiga SMP yang melakukan pungutan Rp500-700 ribu seragam. Satu MAN dipungut Rp900 hingga Rp1 juta, satu SMA negeri dipungut Rp900 ribu dan satu SMK Negeri dipungut Rp 1,3 juta.

Untuk hasil penyelidikan di Bantul, tiga sekolah dasar negeri melakukan pungutan seragam,dua sekolah lainnya melakukan pungutan infaq.

Untuk jenjang SMP ada tujuh sekolah menarik pungutan Rp450 ribu hingga Rp900 ribu.

Ada tiga SMA negri melakukan pungutan di kisaran 600 ribu, sedangkan satu sekolah lakukan pungutan Rp1,9 juta. Dilaporkan juga tiga SMK yang memungut uang gedung Rp3,5 juta hingga Rp5 juta.

Wakil Ketua LO DIY, Hanum Ariani, mengatakan, laporan sementara terdapat lebih dari 50 sekolah yang menerapkan pungutan.

Selanjutnya LO DIY akan terus memantau perkembangan, karena belum semuanya sekolah dilakukan survei.

Setelah ini pihak LO DIY akan mengundang beberapa sekolah yang telah disurvei, untuk mengkroscek masalah pungutan yang terjadi.

"Bekerja sama dinas pendidikan kota untuk mnyelesaikan masalah ini. Ombudsman tidak akan berhenti di level lokal, informasi terkait pungutan lokal akan ditembuskan ke dinas untuk segera ditindaklanjuti," ujar Hanum.

Dari hasil pertemuan, LO DIY menyimpulkan sekolah seharusnya menerapkan transparansi dan akuntabilitas baik dari dana BOS ataupun dana sumber orangtua terkait penarikan PPDB.

Selain itu perlunya sosialisasi tentang dana BOS, tidak hanya kepada sekolah namun juga kepada masyakarat sehingga semua pihak dapat mengetahui.

"Dinas pendidikan harus turun untuk melakukan kontrol terhadap sekolah-sekolah negeri terkait masalah. Kami juga meminta Political Will dari kepala daerah dari kabupaten kota, untuk dapat memberikan solusi konkret terkait masalah ini," tutupnya. (tribunjogja.com)


Cetak