Wamenkumham: Jauhkan Hukum dari Jurang Ketidakadilan

denny muhammadiyah1

Yogyakarta- Pembangunan ekonomi dan demokratisasi politik akan mubazir bila tidak diimbangi dengan pembenahan hukum, terutama penyediaan akses bagi keadilan untuk masyarakat tidak mampu. Adanya jaminan ini pada gilirannya akan meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap penegakan hukum, yang belakangan ini masih problematik. Demikian disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Selasa (17/7) ketika menjadi pembicara kunci dalam Workshop Implementasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dalam Perspektif Pemberdayaan Masyarakat. Acara tersebut berlangsung di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jl Cik Di Tiro Nomor 23 DI Yogyakarta, dengan kerjasama antara Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah dan Kementerian Hukum dan HAM dengan dukungan 'Justice for The Poor' Bank Dunia.

Hadir dalam acara tersebut Ketua MPM PP Muhammadiyah, Said Tuhulele; Ketua Majelis Pendidikan Tinggi PP Muhammadiyah, Chairul Anwar; Kepala Pusat Penyuluhan Hukum BPHN Kemenkumham, Bambang Plasoro; serta berbagai pengurus cabang PP Muhammadiyah juga utusan dari Perguruan Tinggi di DI Yogyakarta dan sekitarnya.

denny muhammadiyah2

Wamenkumham menilai bahwa sekarang ini sistem ekonomi dan politik sudah bagus. Namun, adanya praktik-praktik 'judicial corruption' dihawatirkan akan membuat pembangunan ekonomi dan politik menjadi sia-sia. Karenanya, lanjut Wamen, dibutuhkan adanya pemberdayaan masyarakat yang antara lain dapat ditingkatkan dengan implementasi UU Bantuan Hukum. "Sangat penting bagi kita melaksanakan Undang-Undang ini," tutur Denny Indrayana.
Denny mengatakan bahwa dirinya mendapat empat amanat dari Presiden RI ketika akan memangku jabatan Wakil Menteri, yakni penegakan hukum, penghormatan terhadap hak asasi manusia, penegakan prinsp dasar pemberantasan korupsi serta percepatan (akselerasi) pencapaian ketiga hal tersebut. "UU Bantuan hukum apabila mampu memberdayakan masyarakat tentunya akan berdampak pada pencapaian ketiga aspek amanat Bapak Presiden tersebut," tuturnya.
Hal lain yang menjadi urgensi pelaksanaan UU Bantuan Hukum, lanjut Wamenkumham, adalah tersedianya jembatan antara keadilan dan akses terhadap keadilan. Denny menekankan bahwa, "UU Bantuan hukum menjauhkan hukum dari jurang ketidakadilan".

Pun demikian, Wamen mengingatkan bahwa pelaksanaan bantuan hukum bagi kelompok marjinal bukanlah hal baru. Sejak tahun 1970-an telah didirikan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) dengan motor Adnan Buyung Nasution. Selain itu telah dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 yang mengatur persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma. Denny juga mengatakan bahwa telah ada pula Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2011 yang mengatur program percepatan keadilan untuk semua (justice for all) serta Surat Edaran Mahkamah Agung yang memberi pedoman bagi pemberian bantuan hukum dimana di Pengadilan Agama telah berlangsung dengan baik. Namun demikian, Denny mengatakan bahwa dengan adanya UU Bantuan Hukum, terjadi pembenahan sistem, dimana ditentukan adanya koordinator yang dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM.
Wamen mengatakan bahwa Kementerian Hukum dan HAM sendiri telah melakukan berbagai hal terkait implementasi UU Bantuan Hukum, antara lain dengan menyiapkan berbagai regulasi turunan dalam bentuk Peraturan Pemerintah yang mengatur syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum, tata cara penyaluran biaya bantuan hukum, serta verifikasi dan akreditasi lembaga pemberi bantuan hukum.
Wamenkumham berharap dengan implementasi UU Bantuan Hukum, maka keadilan bagi 'the poors' dapat didorong menjadi lebih ditingkatkan. "Dengan undang-undang ini, penanganan hukum terhadap misalnya nenek yang dituduh mencuri piring, atau kakao akan menjadi lebih baik," tandas Denny.
Pada kesempatan yang sama, Ketua MPM PP Muhammadiyah, Said Tuhuleley, mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik kerjasama implementasi UU Bantuan Hukum tersebut. Ia mengatakan bawah pemberdayaan pada gilirannya dapat meningkatkan perwujudan keadilan. "Sehingga tidak ada lagi idiom yang menyatakan bahwa 'orang miskin tidak boleh sakin, orang miskin tidak boleh dapat bantuan hukum'.
Sementara itu Ketua Majelis Tinggi PP Muhammadiyah, Chairul Anwar, mengatakan bahwa saat ini terdapat 157 perguruan tinggi di lingkungan PP Muhammadiyah di seluruh Indonesia, dimana 40 diantaranya berbentuk universitas. Di semua 40 universitas tersebut terdapat Fakultas Hukum. "Maka dengan adanya kerjasama ini diharapkan pelaksanaan UU Bantuan Hukum dapat dirasakan langsung oleh masyarakat melalui jaringan Fakultas Hukum di lingkungan perguruan tinggi Muhammadiyah. Idealisme 'mendapatkan perlakuan hukum yang sama' kiranya dapat segera diimplementasikan". (Mufid, Yusuf)
Copyright © 2011 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia


Cetak