Perkembangan dunia usaha di Indonesia semakin kuat menuju ke arah e-commerce pada masa pandemi Covid-19. Kondisi pandemi Covid-19 memaksa masyarakat mengurangi mobilitas sehingga memberikan dorongan kepada para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk melahirkan inovasi baru.
Salah satu bentuk inovasi itu adalah mengalihkan metode penjualan dari offline ke online. Berbagai platform online telah banyak dimanfaatkan sebagai tempat berjualan mulai dari media sosial hingga situs marketplace. Perubahan seperti itu seolah telah menjadi tuntutan untuk para pelaku UMKM agar dapat survive di masa pandemi Covid-19.
Para pelaku UMKM yang melakukan aktivitas perdagangan secara online atau pun offline tidak luput untuk memberikan merek pada produknya. Hal itu sangat penting mengingat merek memiliki fungsi sebagai tanda pembeda suatu produk dengan yang lainnya. Pentingnya penggunaan merek dalam suatu produk telah dapat dilihat dari sejarah zaman kuno di mana masyarakat saat itu memberikan tanda di tubuh hewan yang menjadi dagangannya.
Penggunaan merek dapat menjadi faktor pendorong suatu produk memiliki penjualan besar di pasar. Merek yang dibuat dengan komposisi kreasi tulisan, gambar, dan warna yang unik dapat membuat calon konsumen tertarik untuk membeli. Merek dapat menjadi identitas bagi produk atau pun badan usaha itu sendiri sehingga calon konsumen dapat dengan mudah mencarinya. Selain itu, keberadaan merek juga akan meningkatkan kepercayaan calon konsumen terhadap kualitas produk yang dijual jika dibandingkan dengan produk tanpa label.
Di sisi lain, dinamika perkembangan dunia usaha yang semakin mudah dengan pemanfaatan teknologi informasi seperti saat ini juga memunculkan celah terjadinya pelanggaran dalam penggunaan merek. Perbuatan tidak bertanggung jawab seperti pembajakan merek dapat menjadi ancaman serius bagi para pelaku UMKM. Penggunaan merek tanpa izin untuk mencari keuntungan pribadi dapat dengan mudah dilakukan karena logo-logo dapat diakses luas melalui Internet. Perbuatan pembajakan seperti itu akan sangat merugikan bagi pemilik merek. Beberapa kerugian yang akan dialami pemilik merek di antaranya adalah rusaknya harga pasar, penurunan kepercayaan konsumen karena melihat barang lain dengan merek sama namun lebih murah harganya, turunnya omzet penjualan, hingga yang lebih parah adalah pencurian merek. Potensi pencurian merek sangat dimungkinkan terjadi di mana oknum yang tidak bertanggung jawab secara diam-diam mendaftarkan terlebih dahulu perlindungannya sehingga secara hukum sah sebagai pemegang hak eksklusif.
Bahaya tidak mendaftarkan merek dapat membawa pelaku UMKM ke ranah sengketa. Publik telah disuguhkan berbagai sengketa penggunaan merek antarperusahaan domestik atau pun dengan mancanegara. Beberapa contoh kasus sengketa yaitu Ayam Geprek Bensu, GoTo, hingga Gudang Baru. Sengketa seperti itu sangat mungkin terjadi hingga level UMKM mengingat perkembangan dunia usaha saat ini sangat pesat.
Guna mengamankan hak kepemilikan merek dan menghindarkan dari sengketa, para pelaku UMKM perlu mendaftarkan perlindungan atas mereknya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM. Merek yang telah didaftarkan akan menjadi hak eksklusif yang tidak boleh digunakan oleh pihak lain jika tanpa seizin pemilik resmi.
Hal itu sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.20/2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Merek yang telah didaftarkan perlindungannya dapat menjadi alat bukti yang autentik bagi pemiliknya, sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh pihak lain untuk barang/jasa sejenisnya, dan sebagai dasar untuk mencegah pihak lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa sejenisnya.
Merek terdaftar mendapatkan perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 tahun sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran merek yang bersangkutan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM tahun 2020 jumlah perlindungan kekayaaan intelektual khususnya merek adalah 411.458. Jumlah itu masih dapat terus naik jika melihat UMKM di Indonesia yang terus berkembang. Data dari Kementerian Koperasi dan UMKM menunjukkan jumlah UMKM di Indonesia tahun 2019 lalu adalah 65.465.497 dan masih akan terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Para pelaku UMKM mulai perlu untuk mempertimbangkan pentingnya pendaftaran merek sedini mungkin. Hal ini sebagai langkah preventif menghindari segala bentuk perbuatan yang merugikan di kemudian hari.
Posisi Tawar
Melalui pendaftaran merek, pelaku UMKM dapat memperoleh posisi tawar strategis baik secara nasional atau pun internasional. Selain itu, peluang pengembangan usaha juga semakin terbuka dengan prinsip waralaba atau frenchise karena telah memiliki legalitas.
Permohonan pendaftaran perlindungan merek dapat dilakukan dengan cukup mudah. Secara offline, para pelaku UMKM dapat datang ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di setiap provinsi yang ada di seluruh Indonesia. Para petugas akan membantu setiap masyarakat yang ingin mendaftarkan perlindungan merek dengan diberikan kesempatan untuk konsultasi. Sementara itu, apabila ingin melakukan permohonan pendaftaran secara online juga dapat mudah diakses melalui website dgip.go.id.
Pada akhirnya para pelaku UMKM perlu melihat berbagai sengketa merek yang pernah mewarnai khasanah penegakan hukum di Indonesia. Upaya preventif dengan mendaftarkan perlindungan merek tentu lebih baik jika dibandingkan dengan harus melakukan sengketa. Di negara hukum seperti Indonesia ini memiliki dasar legalitas atas suatu kepemilikan adalah bentuk pengamanan aset terbaik.
Penulis: Dimas Ilham Nur Wicaksana, Penyiap Bahan Publikasi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY
Sudah dipublikasikan pada Jum'at, 07 Januari 2022 - 14:37 WIB via HarianJogja.com
* Bagi yang ingin artikelnya dipublikasikan silakan kirimkan artikelmu di https://artikel.kumhamjogja.id/tulis-artikel/