Ditulis oleh :
MOCHAMAD NURMAN HIDAYAT, S.E.
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Ahli Muda
A. Latar Belakang
Salah satu unsur utama dalam kegiatan pembangunan dan layanan suatu negara adalah kegiatan pengadaan barang/jasa. Christopher & Gross (2006), sebenarnya isu dan permasalahan pengadaan barang/jasa telah mendapat perhatian masyarakat internasional sejak tahun 60an, dan berbagai upaya telah dilakukan untuk mencari solusinya. Di Indonesia pengadaan barang/jasa pemerintah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 (Perpres 54 tahun 2010), yang selama ini telah mengalami lima kali perubahan, perubahan pertama Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011, perubahan kedua Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, perubahan ketiga Peraturan Presiden Nomor 172 tahun 2014, perubahan keempat peraturan presiden Nomor 4 tahun 2015 dan yang terakhir Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018. Perkembangan pengadaan Barang/Jasa pemerintah di Indonesia cukup pesat. Pada tahun 2019, sebanyak 1.535.021 paket pengadaan melalui penyedia dengan nilai lebih dari Rp 569.611.447.396.647,00, melalui swakelola sebanyak 1.548.581 paket pekerjaan dengan nominal sebesar Rp.246.463.223.198.078 serta pengadaan melalui penyedia dalam swakelola sebanyak 202.764 paket dengan nominal sebesar Rp. 13.663.868.195.809,00 (sumber: Aplikasi SiRUP LKPP diolah). Nilai transaksi ini akan terus bertambah seiring peningkatan nilai anggaran belanja Negara. Meningkatnya APBN/APBD dari tahun ke tahun, bertambah besar pula dana yang dialokasikan untuk pengadaan barang/jasa pemerintah. Hal ini memerlukan perhatian serta penanganan yang sungguh-sungguh, apabila dalam pelaksanaannya kurang baik akan mengakibatkan kerugian bagi pemerintah seperti diperolehnya barang yang kualitas kurang baik, tidak memenuhi persyaratan teknis, terlambatnya penyerahan barang sehingga tertundanya pemanfaatan barang/jasa yang diperlukan, bahkan dapat terhambatnya tingkat daya serap anggaran.
Kunci keunggulan bersaing (competitive advantage) organisasi manapun tergantung pada sumber daya manusia. Oleh karena itu, organisasi-organisasi unggul di dunia selalu mendahulukan dalam membangun dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia walaupun pekerjaan tersebut memakan waktu yang cukup lama sekitar lima sampai sepuluh tahun tetapi manfaat yang dirasakan dari pekerjaan tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi. Kompetensi merupakan bagian dari kepribadian seseorang yang telah tertanam dan berlangsung lama dan dapat memprediksi perilaku dalam berbagai tugas dan situasi kerja. Kompetensi dapat juga dikatakan sebuah keterampilan yang dicerminkan ke dalam aktivitas sehari-hari dan bersifat terus-menerus.
Sumber daya manusia (SDM) adalah faktor sentral dalam suatu organisasi. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia. Jadi, manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan institusi atau organisasi. Selanjutnya, Sumber daya manusia ini harus diatur dan diurus berdasarkan visi organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai secara optimal.
Ulrich (2007:32) mengatakan bahwa organisasi yang sukses berangkat dari 3 kualitas penting yang harus terdapat pada diri karyawan, yaitu: kompetensi, komitmen atau engagement, dan kontribusi. Dengan kata lain, sangatlah penting untuk menyadari bahwa performa kerja dan kesuksesan organisasi tidak hanya bergantung pada kompetensi atau keahlian kognitif yang dimiliki oleh karyawan, tetapi juga bergantung pada bagaimana karyawan merespon pekerjaan dan organisasi tempatnya bekerja.
Pengertian Kompetensi menurut Peraturan LKPP nomer 6 tahun 2019 tentang Sertifikasi Pengadaan Barang/jasa Pemerintah. Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Dalam Perpres nomor 16 tahun 2018, yang dimaksud dengan PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Salah satu tugas PPK adalah menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa, sehingga PPK merupakan pihak yang sangat penting untuk menentukan suksesnya kegiatan pengadaan barang/jasa. Salah satu syarat wajib yang harus dipenuhi untuk diangkat sebagai PPK ladalah memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah yang diterbitkan oleh LKPP. Seorang ASN tidak bisa diangkat sebagai PPK jika tidak memiliki sertifikat ahli pengadaan barang/jasa tingkat dasar, sertifikat ahli pengadaan barang/jasa tingkat dasar merupakan tanda bukti pengakuan dari pemerintah atas kompetensi di bidang pengadaan barang/jasa hingga 31 Desember 2023. Disamping itu, sebagai syarat manajerial, seorang PPK minimal berpendidikan S1 (Strata 1) dengan bidang ilmu yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan serta memiliki pengalaman dalam kegiatan pengadaan barang/jasa minimal 2 (dua) tahun. Kompetensi seorang PPK tidak hanya dinilai dengan memiliki sertifikat ahli pengadaan barang/jasa tingkat dasar serta terpenuhinya syarat manejerial. Kompetensi yang sesungguhnya adalah ketika seorang PPK mampu melaksanakan tugas pokok dan kewenangannya berdasarkan prinsip pengadaan barang/jasa dengan bukti sertifikat kompetensi yang merupakan Critical Success Factor (CSF) dalam kinerja pelaksanaan dan pengendalian pengadaan barang/jasa pemerintah.
Karena tugas yang sangat berat tersebut, maka untuk diangkat mejadi seorang PPK harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Memiliki integritas;
- Memiliki disiplin tinggi;
- Memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas;
- Mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;
- Menandatangani Pakta Integritas;
- Tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara;
- Memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, terjadinya perubahan regulasi dan sistem pengelolaan pengadaan barang/jasa tersebut berdampak secara langsung terhadap kompetensi yang harus dimiliki seorang Pejabat Pembuat Komitmen dalam mengelola kinerja pengadaan barang/jasa.
B. Tujuan
Tujuan dari artikel ini adalah:
- Untuk mengetahui sejauhmana Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melaksanakan tugas pokok dan kewenangannya sesuai dengan prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah dalam Perpres nomor 16 tahun 2018.
- Tujuan operasional dari artikel ini adalah untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengelolaan pengadaan pada satuan kerja di lingkungan Kantor Wilayah kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta yang sedang berjalan saat ini.
- Tujuan Fungsional dari artikel ini yaitu agar dapat dimanfaatkan dan digunakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di lingkungan Kantor Wilayah kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai referensi dasar untuk mengambil pelatihan pengembangan kompetensi. Sehingga Satuan kerja di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta dapat mempersiapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang memiliki sertifikasi kompetensi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai amanat Perpres No. 16 Tahun 2018 pasal 74 ayat (1) Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (1) huruf c memiliki kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa dan pasal 88 poin b. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh Aparatur Sipil Negara/TNI/Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023.
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat mengetahui dan memahami peran kompetensi Pejabat pembuat Komitmen (PPK) terhadap kinerja pengelolaan pengadaan barang/jasa, sehingga artikel ini dapat digunakan sebagai referensi penulisan karya ilmiah dalam pengembangan keilmuwan dan referensi.
2. Manfaat Praktis
- Untuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, artikel ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mempersiapkan pengembangan kompetensi Pejabat Pembuat Komitmen sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 pasal 74 yang menyebutkan bahwa Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (1) huruf c memiliki kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa. Kemudian dipertegas pada Pasal 88 yang menyebutkan lebih spesifik yaitu PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh Aparatur Sipil Negara/TNI/Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023.
- Untuk Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, artikel ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebutuhan anggaran peningkatan dan pengembangan kompetensi pengelola pengadaan barang/jasa sehingga dapat mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten di bidang pengelolaan pengadaan barang/jasa pemerintah.
- Untuk masyarakat, artikel ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan edukasi sekaligus penjelasan bahwa reformasi birokrasi sedang berjalan sehingga masyarakat dapat mendapat keadilan dan keterbukaan dalam pengelolaan pengadaan barang/jasa, khususnya masyarakat yang berprofesi sebagai pelaku usaha dapat mendapatkan informasi yang jelas terkait proses pengadaan barang/jasa sesuai peraturan perundang-undangan jika pengelola pengadaan barang/jasa melaksanakan tugas fungsinya secara profesional.
D. Pembahasan
- Pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa Pengadaan Barang/Jasa merupakan kegiatan yang dimulai dari identifikasi kebutuhan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. Pedoman pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia meliputi kegiatan persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, persiapan pemilihan Penyedia, pelaksanaan pemilihan Penyedia, pelaksanaan Kontrak dan serah terima hasil pekerjaan.
Prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ) dengan menekankan hasil yang sepadan atau lebih dari nilai manfaat uang (value for money) dapat terlaksana jika pengelola pengadaan memegang enam prinsip T yaitu: Tepat secara Kualitas, Tepat dalam Jumlah, Tepat Harga, Tepat Penyedia, Tepat Lokasi dan Tepat Waktu.
Agar tujuan nilai manfaat uang (value for money) dalam pengadaan dapat tercapai, maka harus dikelola oleh sumber daya manusia pengelola pengadaan yang kompeten dan berintegritas. “Oleh karena itu, perlunya membangun SDM yang profesional dan berintegritas dengan cepat dan tepat melalui cara dan terobosan baru” Roni Dwi Susanto, Kepala LKPP.
Songer dan Molenaar, menjabarkan kriteria sukses dari suatu proyek beserta definisinya seperti tabel di bawah ini:
Pendefinisian kesuksesan proyek secara umum adalah penyelesaian proyek tanpa melewati batasan waktu, biaya, dan kinerja. Akan tetapi saat ini, definisi kesuksesan proyek sudah berubah menjadi penyelesaian pekerjaan:
- Dalam periode waktu yang sudah dialokasikan
- Dalam biaya yang sudah direncanakan
- Pada tingkat kinerja dan spesifikasi yang memadai
- Diterima oleh customer/user
- Bila nama pelanggan bisa digunakan sebagai referensi
- Dengan perubahan jangkauan yang minimum dan disepakati
- Tanpa mengganggu aliran pekerjaan utama dan organisasi
- Tanpa mengganggu budaya perusahaan
Kemudian dalam makalah lebih lanjut oleh Thamhain menyatakan bahwa lebih dari 60% manager engineering yang disurvei setuju bahwa karakteristik yang paling banyak digunakan dalam penilaian kesuksesan proyek mencakup:
- Kesuksesan proyek secara teknis;
- Kinerja tepat waktu;
- Kinerja on budget. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah merupakan salah satu pihak atau personil yang diatur sebagai Pelaku Pengadaan (Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018). Peraturan tersebut menempatkan PPK sebagai pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran (PA) / Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah (Pasal 1 angka 10 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018). Sehingga tindakan PPK dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan bentuk pelimpahan kewenangan yang dimiliki oleh PA/KPA kepada PPK.
PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 memiliki tugas:
- Menyusun perencanaan pengadaan;
- Menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
- Menetapkan rancangan kontrak;
- Menetapkan HPS;
- Menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada penyedia;
- Mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
- Menetapkan tim pendukung;
- Menetapkan tim atau tenaga ahli;
- Melaksanakan e-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
- Menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
- Mengendalikan kontrak;
- Melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/KPA;
- menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA dengan berita acara penyerahan;
- menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
- menilai kinerja Penyedia.
PA/KPA menetapkan PPK pada Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah, dengan Persyaratan sebagai berikut (Pasal 5 Peraturan LKPP Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pelaku Pengadaan Barang/Jasa) :
- Memiliki integritas dan disiplin; Persyaratan ini merupakan kualifikasi yang bersifat kecukupan kompetensi norma yang memang sulit diukur. Kecenderungannya lebih kepada penilaian kualitatif yang dilakukan oleh PA/KPA dalam pengangkatan berdasarkan rekam jejak.
- Menandatangani Pakta Integritas; Integritas merupakan mutu, sifat atau keadaan yang menunjukan kesatian yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan atau kejujuran. Sedangkan pakta merupakan bentuk perjanjian. Sehingga dapat kita sebut bahwa pakta integritas merupakan pernyataan janji bersama atau komitmen sebagai bentuk kesanggupan untuk patuh terhadap ketentuan yang berlaku. Dokumen tertulis ini biasanya digunakan dalam rangka mencegah terjadinya tidakan korupsi. Penerapan penandatanganan perjanjian ini dalam penyelenggaraan pemerintah merupakan langkah untuk memastikan bahwa aparatur sanggup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta peran dan wewenangnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu dokumen tersebut merupakan wujud penyelenggaraan pemerintah yang akuntabel, transparan dan bertanggungjawab dalam rangka menciptakan pemerintahan yang baik. Pemenuhan syarat menandatangani Pakta Integritas ini dapat dilakukan sebelum diterbitkannya Surat Penugasan atau segera setelah diterbitkannya Surat Penugasan sebagai PPK.
- Memiliki Sertifikat Kompetensi sesuai dengan bidang tugas PPK; Skema Sertifikasi Kompetensi Okupasi PPK digunakan untuk pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa mengacu pada Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik lndonesia Nomor 70 Tahun 2016 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional lndonesia Kategori Jasa Profesional, llmiah dan Teknis Golongan Pokok Jasa Profesional, llmiah dan Teknis Lainnya Bidang Pengadaan Barang/Jasa. Rincian Unit Kompetensi atau Uraian Tugas PPK adalah:
Dalam hal persyaratan Sertifikat Kompetensi sesuai dengan bidang tugas PPK ini tidak dapat terpenuhi, maka persyaratan ini dapat digantikan dengan Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar, namun hanya dapat digunakan sampai dengan 31 Desember 2023.
- Berpendidikan paling rendah Sarjana Strata Satu (S1) atau setara. Dalam hal persyaratan dimaksud tidak dapat terpenuhi, persyaratan Sarjana Strata Satu (S1) dapat diganti dengan paling rendah golongan III/a atau disetarakan dengan golongan III/a.
- Memiliki kemampuan manajerial level 3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dijelaskan mengenai Kompetensi Manajerial, yang memiliki definisi berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi. Adapun penggunaan istilah Level diatur di dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2017 Tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil Negara, sebagai tingkat (level) penguasaan kompetensi dari yang terendah, sampai yang tertinggi. Level kompetensi menunjukkan tingkat penguasaan kompetensi yang dirumuskan berupa indikator perilaku pemangku jabatan, yang dalam Peraturan ini tingkat penguasan kompetensi di kelompokan dalam 5 (lima) tingkatan dari Level 1 sampai dengan Level 5.
E. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
Kondisi PPK di lingkungan Kemenkumham saat ini masih belum mencapai level ideal. Hal tersebut dikarenakan masih banyak PPK yang belum memiliki sertifikat PBJ tingkat dasar sehingga kompetensi teknis dari para PPK masih dirasakan terbatas. Peningkatan kompetensi PPK di lingkungan Kemenkumham adalah hal yang mutlak direncanakan dan dilaksanakan sebagai upaya penguatan kapasitas teknis bagi para PPK. Terpenuhinya kapasitas teknis PPK berhubungan erat dengan perencanaan, pengelolaan kinerja baik oleh penyedia maupun swakelola, evaluasi dan monitoring pelaksanaan kegiatan serta rencana tindak lanjut perbaikan dalam pelaksanaan anggaran, sehingga PPK yang kompeten akan lebih cakap, lebih akuntabel dan efektif dan efisien dalam mengelola anggaran.
Dengan adanya peningkatan pengetahuan dan pemahaman PPK terhadap tugas dan fungsinya dalam pelaksanaan PBJ sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 serta peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa, diharapkan Kemenkumham telah memiliki PPK yang kredibel dan bersertifikat kompetensi sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang nanti akan diberlakukan per tanggal 1 Januari 2024. Jika performa PBJ sudah optimal, maka akan mampu mendongkrak performa kinerja pelaksanaan anggaran Kemenkumham.
2. Saran
Perlu adanya motivasi, daya dorong dari Jajaran Pimpinan Kementerian Hukum dan HAM RI yang tercermin dari kebijakan maupun porsi anggaran dalam mempersiapkan PPK yang kredibel dan bersertifikat kompetensi sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang nanti akan diberlakukan per tanggal 1 Januari 2024, kegiatan yang dapat dilakukan antara lain adalah dengan kegiatan Ujian Sertifikasi PBJ pada PPK yang belum memiliki sertifikat dasar, agar setiap PPK yang belum bersertifikat PBJ dapat segera memiliki legalitas dalam menjalankan tugas dan fungsinya; Memfasilitasi dan menjembatani pelatihan okupasi Pejabat Pembuat Komitmen melalui BPSDM; serta Mengedepankan kebijakan yang berpihak kepada pengembangan Sumber Daya Manusia yang memiliki kompetensi dalam pelaksanaan pengelolaan anggaran.