Teleconference dengan Wicipto: Pembentukan Regulasi Omnibus Pertimbangkan Berbagai Aspek

3

YOGYAKARTA - Jajaran Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta mengikuti acara Teleconference Diklat Penguatan Pengharmonisasian Rancangan Peraturan Daerah Metode Teleconference dan E-Learning, bertempat di ruang rapat kantor wilayah setempat, Selasa (14/01/2020).

Acara yang telah diselenggarakan mulai Senin (13/01/2020) tersebut merupakan bagian dari upaya mendorong pembentukan law and human rights centre pada seluruh Kantor Wilayah di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Selain itu diklat juga sebagai penguatan peran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) melalui pendekatan Omnibus Law.

Tema pendekatan Omnibus Law tersebut disampaikan oleh Wicipto Setiadi, Dosen pada Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta, melalui teleconference. Dalam paparannya, Wicipto menyampaikan statistik perkembangan jumlah regulasi pada pangkalan data peraturan.go.id yang terdiri dari Undang-undang, Perppu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri, hingga Peraturan Daerah (Perda) dengan total 43.325 menurut data per tanggal 13 Desember 2019. Menurutnya jumlah tersebut masih akan terus bertambah.

"karena belum semua Permen (Peraturan Menteri-red), Peraturan LPNK (Lembaga Pemerintah Non Kementerian-red), dan Perda dimasukkan dalam peraturan.go.id," tutur Wicipto.

Paparan tersebut mengawali diskusinya mengenai pemangkasan regulasi melalui pendekatan Omnibus Law. Wicipto prihatin terhadap kondisi regulasi yang ada saat ini.

"Kondisi regulasi pada saat ini, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas cukup memprihatinkan. Dari sisi kuantitas, keprihatinan ini terkait dengan jumlah regulasi yang terlalu banyak (Over regulasi),"  ujarnya.

Kondisi tersebut menurutnya akan berpotensi terhadap adanya ketidakharmonisan, tumpang tindih, serta konflik antarregulasi. Selain itu, regulasi yang buruk juga ikut memberikan kontribusi negatif bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itulah konsep pendekatan Omnibus Law merupakan simplifikasi dari banyaknya regulasi. 

1

Omnibus Law sendiri bermakna satu Undang-undang yang berisi beragam materi yang berarti suatu peraturan yang dibuat berdasarkan hasil kompilasi beberapa aturan dengan substansi dan tingkatannya berbeda.

Hal yang terkait lainnya yaitu proses pembuatan peraturan yang bersifat kompleks dan penyelesaiannya memakan waktu lama karena mengandung banyak materi meskipun subjek, isu, dan programnya tidak selalu terkait.

Wicipto memberikan beberapa langkah tindak lanjut agar dapat mewujudkan Omnibus Law tersebut, diantaranya melakukan kajian dalam bentuk Naskah Akademik yang komprehensif, melakukan inventarisasi regulasi, dan menganalisis tindakan hukum yang perlu diambil jika terdapat regulasi terdampak.

"Tindakan hukum apa yang perlu dilakukan terhadap regulasi terdampak? dicabut, direvisi, dan lain-lain," jelasnya.

Wicipto menambahkan agar pembentukan omnibus law lebih mempertimbangkan berbagai aspek.

"Dalam membentuk regulasi Omnibus, jangan sampai regulasi baru dibuat hanya semata-mata mempertimbangkan pada satu sudut pandang saja, misalnya dalam peningkatan investasi saja tanpa mempertimbangkan perlindungan lingkungan, hak-hak tenaga kerja, kondisi daerah, aspek-aspek lainnya sebagai pertimbangan filosofi dari regulasi yang akan terkena dampak pencabutannya," ungkap mantan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan dan Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM Bidang Sosial tersebut.

2

(Humas Kanwil Kemenkumham D.I. Yogyakarta - Jogja Pasti Istimewa)


Cetak