YOGYAKARTA - Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) bersama Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY menggelar Focus Group Discussion (FGD) Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Perfilman. FGD ini digelar untuk menghimpun masukan terkait regulasi dan kebijakan serta masalah yang dihadapi terkait penyelenggaraan dan pembinaan perfilman di DIY.
FGD Analisis dan Evaluasi Hukum Perfilman dilaksanakan di Aula Kanwil Kemenkumham DIY, Kamis (20/10/2022) dan dibuka secara langsung oleh Kakanwil Kemenkumham DIY Imam Jauhari. Imam menyebut Yogyakarta sebagai kota yang disegani dalam industri perfilman.
"Salah satu alasannya adalah banyaknya sutradara kondang dan berkualitas hebat yang lahir dari Kota Yogyakarta. Tak hanya melahirkan sutradara atau film-maker berkualitas, Yogyakarta juga menjadi tuan rumah untuk salah satu festival film terbesar di Indonesia, bahkan untuk Asia Tenggara, yakni Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) yang digelar tiap tahun," ujar Imam.
Imam menyatakan peran dan komitmen Kanwil Kemenkumham DIY untuk memberikan kontribusi positif dalam analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan. Para pejabat fungsional Analis Hukum pun diharapkan dapat berperan dalam pembangunan hukum di daerah.
"Hal ini merupakan sinergitas antara BPHN, Kanwil Kemenkumham, dan Pemerintah Daerah. Kami harapkan data dan informasi serta permasalahan hukum yang nantinya disampaikan oleh narasumber maupun peserta dalam FGD ini dapat menjadi bahan masukan untuk melakukan analisis dan evaluasi hukum di BPHN dalam rangka penataan regulasi hukum nasional," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN Yunan Hilmy mengatakan industri perfilman menjadi salah satu subsektor penting dalam pengembangan ekosistem usaha di bidang ekonomi kreatif. Karenanya, kata Yunan, penting untuk memberikan perlindungan atas setiap karya film melalui peraturan perundang-undangan maupun produk hukum lainnya.
"Industri perfilman sejatinya memiliki kekuatan ekonomi yang besar sehingga sudah sepatutnya mendapatkan stimulasi dan perlindungan persaingan usaha yang sehat. Selain itu, melalui FGD ini kami juga berharap mendapat berbagai masukan terkait regulasi dan kebijakan serta segala problematika yang dihadapi mengenai penyelenggaraan dan pembinaan perfilman," ungkap Yunan.
Dipilihnya Yogyakarta sebagai lokasi FGD Analisis dan Evaluasi Hukum Perfilman disebut Yunan karena Yogyakarta sebagai Kota Budaya sangat mendukung perkembangan industri perfilman. Telah banyak karya maupun kegiatan perfilman yang lahir dan diselenggarakan di kota ini.
"Yogyakarta juga merupakan salah satu etalase dan barometer Indonesia di mata internasional, khususnya dalam konteks budaya, lebih khusus lagi perfilman. Kami mengundang partisipasi aktif dari para peserta berupa usulan dan juga kritik yang konstruktif guna menambah pengayaan substantif bagi Pokja Perfilman ini," tuturnya.
Analisis dan Evaluasi Hukum Perfilman ini mengundang dua narasumber yang kompeten di bidangnya, yaitu Kepala Seksi Seni Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Pemerintah Daerah DIY Aryanto Hendro Suprantoro dan Dosen Asisten Ahli/Penelitian dan Pengembangan Program Studi Film dan Televisi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Sazkia Noor Anggraini.
Kegiatan ini diikuti peserta dari Dinas terkait di DIY, akademisi bidang penyiaran dan produksi film, dan Rumah Produksi dan komunitas perfilman di DIY. Turut hadir dalam kegiatan tersebut Plh Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham DIY Mutia Farida serta para Analis Hukum dari BPHN dan Kanwil Kemenkumham DIY.
(AZR/Humas Kanwil Kemenkumham D.I. Yogyakarta - Jogja Pasti Istimewa)