YOGYAKARTA– Kanwil Kemenkumham DIY mendampingi Direktorat Pidana Ditjen AHU melaksanakan diskusi bersama akademisi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) dan Pengadilan Negeri Yogyakarta, terkait praktik pernikahan yang tidak tercatat. Diskusi berlangsung selama dua hari pada Rabu (23/10/2024) hingga Kamis (24/10/2024) bertempat di FH UII dan Pengadilan Negeri Yogyakarta.
Pada diskusi membahas mengenai celah hukum dalam Undang-Undang Perkawinan yang memungkinkan terjadinya pernikahan sah tanpa adanya pencatatan resmi. Hal ini berpotensi menimbulkan masalah hukum, terutama terkait hak keperdataan anak dan istri.
Kegiatan hari pertama diskusi yang berlangsung di FH UII bertujuan untuk mendalami berbagai permasalahan hukum yang timbul akibat pernikahan tidak tercatat menurut padangan Akademisi.
Salah satu solusi yang diterapkan saat ini untuk perkawinan tidak tercatat adalah melalui proses Itsbat atau pengesahan nikah. Hal Ini bertujuan untuk mengakui pernikahan yang sah namun belum terdaftar, terutama untuk melindungi hak keperdataan anak dan istri dalam kasus pernikahan siri.
Peserta juga membahas perlunya revisi UU No. 1 Tahun 1974 untuk memasukkan ketentuan pencatatan sebagai syarat sahnya pernikahan. Revisi ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan hukum yang mungkin timbul di masa depan.
Diskusi kemudian berlanjut pada hari Kamis (24/10/2024) di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Direktorat Pidana Ditjen AHU melakukan diskusi mendalam tentang isu hukum pernikahan yang tidak tercatat dari sudut pandang Pengadilan Negeri Yogyakarta selaku pemerintah.
Diskusi ini bertujuan untuk mendalami penerapan Pasal 279 dan Pasal 284 KUHP dalam kasus-kasus perkawinan yang tidak tercatat. Para peserta, terutama dari pihak pengadilan, menekankan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya Pengadilan Negeri menjatuhkan hukuman sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ditekankan kembali bahwa Pemerintah secara resmi tidak melarang, namun tidak mengakui pernikahan siri yang terjadi di masyarakat.
Peserta diskusi juga membahas bahwa meskipun Pasal 279 dan 284 KUHP mengatur tentang perzinaan dan pernikahan yang melanggar hukum, penjatuhan hukuman tidak semata-mata berdasarkan pasal tersebut. Hakim harus mempertimbangkan berbagai faktor.
Kepala Kanwil Kemenkumham DIY Agung Rektono Seto menyatakan diskusi ini menjadi forum penting bagi para akademisi dan penegak hukum untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam menangani kasus pernikahan tidak tercatat.
"Diskusi ini untuk memastikan bahwa pemerintah tetap konsisten pada sikapnya terhadap pernikahan yang tidak tercatat, namun tetap mengedepankan penegakan hukum yang adil dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," pungkas Agung.
(Humas Kanwil Kemenkumham DIY/Iph)