YOGYAKARTA - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY menggelar Sosialisasi Dialog Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan mengundang mahasiswa dari 10 Perguruan Tinggi di DIY. Kanwil Kemenkumham DIY menjelaskan 14 isu krusial yang menjadi perhatian masyarakat dalam proses pengesahan RKUHP.
Dialog RKUHP dilaksanakan di Aula Kanwil Kemenkumham DIY, Selasa (27/9/2022). Kakanwil Kemenkumham DIY Imam Jauhari mengatakan bahwa sosialisasi ini dilaksanakan dalam konteks penyebarluasan informasi dan pemahaman hukum tentang RKUHP melalui Kanwil Kemenkumham DIY sebagai bentuk pemenuhan partisipasi dan keterlibatan publik dan secara sungguh-sungguh dalam konteks pembentukan peraturan perundang-undangan.
Seperti yang disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharief Hiariej dalam Sosialisasi RKUHP Serentak pada 1 September 2022 lalu, RKUHP sebenarnya sudah selesai disusun sejak periode 2014-2019 dan daftar inventaris masalah yang berjumlah lebih dari 6.000 berasal dari berbagai lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi baik negeri dan swasta sebagai bentuk pelibatan publik. Penyempurnaan pembahasan RKUHP ini sekarang berada di DPR dan dalam proses dengar pendapat.
"Presiden meminta agar RKUHP ini terus disosialisasikan dan mengharapkan ada rapat dengar pendapat dengan publik. Kegiatan yang dilaksanakan ini juga merupakan tindak lanjut arahan Menteri Hukum dan HAM agar masyarakat lebih memahami substansi dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk memberikan masukan-masukan terhadap draf atau rancangan KUHP tersebut," ujar Imam.
Imam menjelaskan bahwa dalam RKUHP ini terdapat pembaharuan dalam hukum pidana sebagai bagian dari upaya penyelarasan peraturan perundang-undangan dengan asas hukum dan nilai yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Dalam konteks RKUHP tersebut, pembaharuan dalam hukum pidana juga dimaknai sebagai bagian dari upaya penyelarasan peraturan perundang-undangan dengan asas hukum dan nilai yang berkembang dalam masyarakat Indonesia.
"RKUHP ini juga dibuat dalam upaya mengatasi overcrowding dengan adanya aturan mengenai pengenaan pidana pengawasan untuk pelanggaran hukum pidana dengan ancaman di bawah 5 tahun. Selain itu juga tidak ada over kriminalisasi, karena jumlah tindak pidana yang diatur dalam RKUHP lebih sedikit daripada KUHP lama," jelas Imam.
"Dengan demikian maka persoalan over kapasitas Lembaga Pemasyarakatan saat ini diharapkan dapat pula teratasi, dengan mempertimbangkan bahwa semua tindak pidana tidak harus selalu berakhir di Lembaga Pemasyarakatan karena beberapa pengaturan tersebut," lanjutnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Administrasi yang juga Plh Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham DIY Mutia Farida menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk meminimalisir kontra serta mencapai pemahaman yang sama dan penyempurnaan RKUHP. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk mewujudkan peran serta Kanwil Kemenkumham dalam rangka menggali masukan dari berbagai elemen dan lembaga masyarakat terkait RKUHP.
Ada 14 isu krusial dalam RKUHP yang diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo untuk disosialisasikan, yaitu:
1. Hukum yang hidup dalam masyarakat (hukum adat) sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan hukum nasional, tetap berlaku;
2. Isu pidana mati yang bukan merupakan pidana pokok melainkan pidana khusus;
3. Advokad curang (dikeluarkan dari RKUHP) karena sudah diatur dalam UU tentang Advokad;
4. Dokter gigi yang praktik tanpa izin (dikeluarkan dari RKUHP) karena sudah diatur dalam UU Kesehatan;
5. Unggas yang berkeliaran dan merusak tanaman orang lain, telah dilakukan reformulasi berupa penambahan frasa "yang menimbulkan kerugian" (menjadi delik materiil);
6. Penganiayaan hewan, telah diberikan penjelasan pasal bahwa yang dimaksud dengan "tujuan yang tidak patut" antara lain, selain untuk konsumsi, ilmu pengetahuan, penelitian, dan medis;
7. Penggelandangan, bahwa pelarangan hidup bergelandangan merupakan pembatasan yang menjadi kewenangan negara, sedangkan memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar merupakan kewajiban konstitusional negara dengan memperhatikan kemampuan negara;
8. Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, bahwa RKUHP sama sekali tidak mengatur tindak pidana santet, yang dapat dipidana adalah orang yang mengaku memiliki kekuatan gaib yang dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang;
9. Mempertontonkan alat-alat kontrasepsi kepada anak-anak, terdapat pengecualian untuk penyampaian informasi dan/atau peragaan alat, obat, dan cara kontrasepsi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga lain yang terlatih di tempat dan dengan cara layak, untuk kepentingan program KB, pencegahan PMS, untuk pendidikan dan ilmu pengetahuan;
10. Penghinaan terhadap harkat dan martabat Presiden dan Wapres, bukan untuk menghidupkan kembali Pasal 134 KUHP yang telah dianulir MK. Sesuai pertimbangan Putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006 yang menyatakan bahwa dalam hal penghinaan ditujukan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden selaku pejabat tetap bisa dituntut sebagai delik aduan dengan Pasal 207 KUHP. Tidak membatasi demokrasi dan kebebasan berpendapat, karena telah membedakan kritik dan penghinaan, sekaligus menegaskan bahwa kritik dimaksudkan untuk kepentingan umum sehingga tidak bisa dipidana;
11. Penodaan agama, yang dilarang dalam pasal ini adalah perbuatan menunjukkan permusuhan, kebencian, dan hasutan, untuk melakukan permusuhan, kekerasan, atau diskriminasi terhadap agama dan kepercayaan orang lain;
12. Aborsi, pengecualian untuk adanya indikasi kedaruratan medis atau perempuan merupakan korban perkosaan atau kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan dengan usia kehamilan tidak lebih dari 12 minggu (jangka waktu ini sesuai dengan standar WHO);
13. Perzinaan, kohabitasi, dan perkosaan dalam perkawinan, terdapat pembatasan yaitu delik aduan hanya dapat diproses bila ada pengaduan dari pasangan, orang tua atau anak, serta pengaduan tidak lagi wajib diikuti dengan pengajuan gugatan perceraian sebagaimana dalam Pasal 284 KUHP. Kedudukan Kepala Desa sebagai pihak pengadu telah dihapuskan;
14. Contemt of Court, diperlukan untuk menjaga ketertiban jalannya persidangan, memcegah dilakukannya live streaming terhadap proses persidangan tanpa seizin hakim dan untuk menghindari opini publik yang dapat memengaruhi putusan hakim, untuk melindungi integritas dan wibawa pengadilan, tidak mengurangi kebebasan pers untuk mempublikasikan berita setelah persidangan.
Dialog RKUHP yang digelar Kemenkumham DIY dihadiri mahasiswa dari 10 Perguruan Tinggi di DIY, yaitu Universitas Gajah Mada, Universitas Janabadra, Universitas Islam Indonesia, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Cokroaminoto, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Universitas Atmajaya Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Widya Mataram, dan Universitas Proklamasi ’45. Kegiatan ini juga dihadiri perwakilan Organisasi Bantuan Hukum (OBH) dan perwakilan Kelurahan/Kalurahan Sadar Hukum.
Untuk diketahui, Dialog RKUHP ini dilaksanakan secara serentak oleh seluruh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di seluruh Indonesia sebagai upaya pelibatan publik. Masyarakat juga bisa berpartisipasi untuk memberikan masukan terkait RKUHP melalui laman partisipasiku.bphn.go.id.
(AZR/Humas Kanwil Kemenkumham D.I. Yogyakarta - Jogja Pasti Istimewa)