YOGYAKARTA - Kanwil Kemenkumham DIY mengikuti kegiatan sosialisasi terkait dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada Kamis (1/9/22). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional dengan menghadirkan narasumber Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy O. S. Hiariej.
Pembahasan RKUHP sendiri sudah sangat panjang, dimulai sejak tahun 1958 sampai dengan saat ini. RKUHP sendiri merupakan masterpiece dan legacy dalam proses perubahan dari KUHP peninggalan kolonial menjadi hukum nasional.
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Widodo Ekatjahjana menyampaikan bahwa RKHUP menjadi upaya dekolonialisasi sistem pidana di Indonesia.
"RKUHP disusun dengan nilai-nilai keindonesiaan (Indonesian Way) yang merupakan sebuah upaya dekolonialisasi dalam sistem pidana Indonesia", jelas Widodo.
Selain itu RKUHP juga mengedepankan demokratisasi dimana setiap pembahasan substansinya yang telah melalui periode 7 Presiden, 15 Menteri, serta 17 profesor dan ahli hukum pidana yang telah meninggal dunia dalam membahas RUU ini. RKUHP juga menganut modernisasi sehingga nantinya kejahatan yang ancaman pidananya kurang dari 5 tahun tidak dipenjara namun hanya dikenakan pidana pengawasan atau kerja sosial untuk pidana di bawah 6 (enam) bulan dalam rangka mengurangi overcapacity hunian Lembaga Pemasyarakatan.
"Pidana penjara tetap sebagai pidana pokok, namun bukan yang utama dalam rangka menyesuaikan diri dengan paradigma hukum pidana modern", pungkasnya.
Setidaknya RKUHP ini membawa semangat dekolonialisasi, demokratisasi, konsolidasi, harmonisasi, dan modernisasi dalam sistem hukum di Indonesia. Melalui sosialisasi ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan pemahaman kepada masyarakat.
Hadir dalam kegiatan ini Kepala Kantor Wilayah Imam Jauhari, Kepala Divisi Administrasi Mutia Farida, jajaran pejabat fungsional perancang peraturan perundang-undangan, analis hukum, beserta struktural.
Humas Kanwil Kemenkumham D. I. Yogyakarta - Jogja Pasti Istimewa