YOGYAKARTA - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) DIY kembali menggelar Obrolan Peneliti (OPini) yang kali ini membahas tentang Evaluasi Sidang Online di Rumah Tahanan Negara. Kegiatan ini juga sekaligus menjadi upaya mendekatkan dan menyebarluaskan hasil kajian dan penelitian kepada masyarakat.
OPini digelar secara virtual, Kamis (10/2/2022), dan dibuka langsung oleh Kepala Balitbang Hukum dan HAM, Sri Puguh Budi Utami. Ia menjelaskan pentingnya hasil kajian yang disampaikan dalam OPini kali ini dan berharap dapat menjadi rekomendasi kebijakan terkait pelaksanaan persidangan online di kemudian hari.
"Mengapa penting dilakukan OPini? Kami ingin mendekatkan hasil kajian penelitian yang selama ini hanya diketahui sebgaian kecil saja. Momentum webinar virtual ini semoga bisa membuat hasil kajian dari Balitbangkumham lebih banyak diketahui masyarakat," kata Sri Puguh.
"Ada beberapa catatan terkait sidang online, kendalanya terutama terkait jaringan. Memang diperlukan satu mekanisme sidang yang tidak bertatap muka langsung, kami meyakini akan lebih efektif dengan sarana yang memadai sehingga sidang online bisa nyata seperti tatap muka," lanjutnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham DIY, Budi Argap Situngkir mengatakan diskusi hari ini menjadi penting untuk membahas efektivitas sidang online yang telah berjalan selama masa pandemi Covid-19 ini. Ia berharap mekanisme sidang online nantinya bisa semakin baik dan memfasilitasi aspirasi dari pihak-pihak yang menjalani sidang.
"Seperti kurang kontak batin dengan hakim atau jaksa sehingga rasanya sidang itu kurang mengena di hati mereka (terdakwa). Perlu bersama-sama kita diskusikan bagaimana implementasi efektivitas penerapan asas-asas hukum melalui diskusi daring OPini pada hari ini," ujar Budi Situngkir.
Ada tiga narasumber yang bergantian menyampaikan paparannya terkait Evaluasi Sidang Online. Peneliti Ahli Madya Balitbang Kumham, Eko Noer Kristiyanto, memaparkan pelaksanaan persidangan online serta upaya yang dapat dilakukan agar pelaksanaan sidang online dapat terlaksana dengan lebih baik.
"Kami merekomendasikan ini harus diangkat ke UU ketika revisi dilakukan dalam pembentukan revisi KUHAP, antara lain mengatur ketentuan bahwa tahapan persidangan selain tahap pembuktian bisa dilakukan secara online. Karena esensi hukum pidana bukan hanya murah, mudah, dan cepat, tetapi kebenaran hakiki itu tetap bisa dipenuhi," tegas Eko.
Selanjutnya, Guru Besar FH UII Yogyakarta, Prof Mudzakkir menyampaikan mengenai penerapan asas-asas hukum pidana dalam pelaksanaan sidang online. Narasumber ketiga, yakni Wakil Ketua Pengadilan Tinggi DIY, Gatot Suharnoto memaparkan materi terkait efektivitas sidang online dalam mendukung penegakan hukum.
"Dalam persidangan online kita tidak bisa mengetahui apakah saksi atau terdakwa itu mengatakan yang sebenarnya, karena ada keterbatasan sinyal, kadang putus-putus. Mungkin bisa digunakan alat persidangan yang memadai. Mari kita memikirkan bagaimana peradilan yang modern bisa tercipta di Indonesia, yaitu berbasis teknologi informasi," jelas Gatot.
Diskusi daring OPini kali ini diikuti para Kepala Kantor Wilayah, Kepala Divisi Pemasyarakatan, serta Kepala Rutan dan Lapas dari berbagai daerah di Indonesia, praktisi dari pengadilan dan kejaksaan, mahasiswa, hingga masyarakat umum. Pertanyaan dan masukan banyak disampaikan peserta sehingga diskusi berlangsung dengan interaktif.
(AZR/Humas Kanwil Kemenkumham D.I. Yogyakarta - Jogja Pasti Istimewa)