YOGYAKARTA - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY menggelar rapat Reviu Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 21 Tahun 2017 tentang Penggunaan Merek Jogjamark, 100%Jogja dan Jogjatradition sebagai Co Branding Produk Daerah. Kanwil Kemenkumham DIY memberikan sejumlah saran dalam kegiatan tersebut.
Kegiatan dilaksanakan di Ruang Rapat Bidang Pelayanan Hukum, Rabu (5/4/2023) dan dipimpin Kepala Bidang Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkumham DIY Yustina Elistya Dewi. Rapat tersebut juga dihadiri Kepala Balai Pengelolaan Kekayaan Intelektual (BPKI) DIY Doni Dwi Yoga Handoko.
Doni mengatakan bahwa Pergub ini merupakan ide awal dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, dengan harapan Pemda DIY bisa memiliki merek yang nantinya bisa digunakan oleh para pelaku UKM sehingga bisa mendapatkan pengakuan dan perlindungan secara hukum. Selain itu diharapkan dengan merek ini UKM mampu bersaing dengan produk dan jasa lain untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi.
Hak eksklusif co-branding yang dimiliki oleh Pemda DIY terdiri atas Jogjamark, 100% Jogja, dan Jogja Tradition. Jogjamark adalah tanda yang menunjukan identitas dan ciri produk yang proses produksinya di DIY, namun bahan bakunya sebagian berasal dari daerah lain.
100% jogja merupakan tanda yang menunjukkan identitas dan ciri produk yang bahan baku dan proses produksi seluruhnya di DIY. Sementara Jogjatradition adalah tanda yang menunjukkan identitas dan ciri pengetahuan tradisional atau ekspresi budaya tradisional maupun produk khas daerah.
"Dalam Pergub ini diatur mengenai penggunaan merek Jogjamark, 100%Jogja, dan Jogjatradition sebagai co-branding produk daerah dan implementasi pemberian persetujuan lisensi Jogjamark, 100%Jogja, dan Jogjatradition," jelas Doni.
Sementara itu, Analis Hukum Kanwil Kemenkumham DIY Sakti Maulana Alkautsar menyampaikan bahwa ada sejumlah hal yang perlu dijelaskan dalam Pergub ini. Sakti pun menyampaikan beberapa masukan dalam reviu terkait Pergub tentang Penggunaan Merek Jogjamark, 100%Jogja dan Jogjatradition sebagai Co Branding Produk Daerah.
"Co branding dan lisensi sebaiknya tetap berdampingan. Untuk UKM yang sedang memulai usaha, maka bisa diberikan co branding di kelas sertifikasi produk standar mutu, atau sebagai pengakuan kalau produk tersebut asli dari Jogja. Setelah UKM mendapatkan reputasi yang baik dari merek co branding, UKM bisa mengajukan lisensi yang memang disesuaikan dengan kebutuhan perlindungannya," ujar Sakti.
"Jadi tahapannya adalah mengajukan untuk sertifikasi merek, sebagai pengakuan izin penggunaan merek co branding untuk berdampingan dengan merek pendampingnya dan dicatatkan dalam sebuah perjanjian, atau setelah UKM tersebut usahanya semakin berkembang, maka UKM bisa mengajukan lisensi dengan berbayar," lanjutnya.
Selain itu, Sakti menyebut kata lisensi co branding sudah sesuai dicantumkan dalam pasal-pasal yang ada di Pergub tersebut. Terkait penggunaan kata ekspresi budaya tradisional (EBT) yang ada pada merek KIK, menurut Sakti hal ini perlu ditinjau ulang apakah penggunaan kata tersebut sudah sesuai, sehingga pengertian dan pemahamannya bisa sama.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut Tim BPKI DIY, Kepala Subbidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Vanny Aldilla, serta tim Pelayanan Kekayaan Intelektual Kanwil Kemenkumham DIY.
(AZR/Humas Kanwil Kemenkumham D.I. Yogyakarta - Jogja Pasti Istimewa)